Oleh: M. Fikran Pandya
Kekerasan dalam Pacaran: Bahaya yang Sering Terabaikan
Kekerasan dalam pacaran sering kali dianggap sebagai masalah yang tidak terlihat, padahal dampaknya bisa sangat merusak. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekerasan dalam pacaran terjadi ketika pasangan melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya kerugian fisik, seksual, atau psikologis pada pasangannya. Ini termasuk agresi fisik, pemaksaan seksual, pelecehan psikologis, hingga kontrol yang berlebihan terhadap kebebasan pasangan.
Secara global, kekerasan dalam pacaran juga menjadi masalah yang serius. Survei WHO pada tahun 2019 melaporkan bahwa sekitar 20% perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangannya. Dimana, remaja perempuan berisiko lebih tinggi dengan prevalensi korban kekerasan pacaran sebesar 20,9%, hampir dua kali lipat dibandingkan dengan remaja laki-laki yang hanya 10,4%. Hal yang mengejutkan adalah sebagian besar korban, yakni 55-95%, tidak mencari bantuan (Basile et al., 2020; Vagi et al., 2015).
Jika masuk dalam data nasional, kekerasan dalam pacaran semakin mengkhawatirkan, dengan peningkatan kasus yang terus terjadi setiap tahunnya. Sebagai contoh, laporan dari Komisi Nasional Perempuan tahun 2024 yang mengungkapkan bahwa kekerasan dalam pacaran mencakup banyak bentuk, mulai dari pelanggaran janji, kekerasan fisik, hingga kekerasan ekonomi. Pada tahun 2018, tercatat ada 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan 2.073 kasus di antaranya adalah kasus kekerasan dalam pacaran. Situasi ini menjadikan bentuk kekerasan ini menempati peringkat kedua setelah kekerasan dalam rumah tangga dengan 5.114 kasus. Masuk ke bagian tengah Jawa Timur yaitu Kota Malang, yang dikenal sebagai salah satu kota pendidikan terbesar di Indonesia. Berdasarkan laporan Dinsos-P3AP2KB menyebutkan bahwa 92 pengaduan kekerasan dalam pacaran diterima sejak awal 2023 hingga April 2024. Namun, angka ini mungkin lebih rendah dari kenyataannya karena banyak korban yang memilih untuk tidak melapor bahkan tidak berani untuk melapor.
Pertanyaanya, Mengapa Kekerasan dalam Pacaran Sering Terjadi?
WHO (2019) menyebutkan bahwa kekerasan dalam hubungan sering kali dipicu oleh faktor-faktor seperti pendidikan yang rendah, paparan kekerasan sejak masa kecil, ketidaksetaraan kekuasaan dalam hubungan, dan norma yang mendukung kekerasan serta ketidaksetaraan gender bahkan prinsip keagamaan yang rendah. Studi menunjukkan bahwa tingginya pergaulan bebas dan kesenjangan kekuasaan dalam hubungan bisa memperparah terjadinya kekerasan dalam pacaran (Amalia, 2021; Astutik & Puji Laksono, 2016).
Penelitian lain menyoroti kekerasan dalam pacaran secara siber. Sebuah studi di Valencia, Spanyol, dengan melibatkan 919 remaja berusia 12-18 tahun, menemukan bahwa meskipun mayoritas responden tidak setuju dengan kekerasan dalam pacaran, kekerasan secara daring (cyber) lebih sering terjadi pada perempuan, seperti pasangan secara terus-menerus memantau aktivitas media sosial pasangannya atau meminta kata sandi media sosial bahkan marah ketika tidak segera membalas pesan (Cava et al., 2020), hal ini bisa jadi tanda-tanda kontrol berlebihan. Di sisi lain, faktor ideologi maskulin juga berpengaruh besar dalam meningkatkan risiko kekerasan dalam hubungan. Pria dengan pandangan maskulin yang kuat cenderung lebih rentan melakukan kekerasan psikis, fisik, maupun seksual terhadap pasangannya (Adiningsih et al., 2020).
Solusi dan Harapan?
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif. Salah satu metode yang sudah terbukti efektif adalah photovoice, sebuah pendekatan di mana korban kekerasan gender dapat mengekspresikan pengalaman mereka melalui media visual seperti fotografi. Pendekatan ini tidak hanya membantu korban dalam proses pemulihan, tetapi juga memberdayakan mereka dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di komunitas (Christensen, 2019).
Tantangan terbesar adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong korban untuk berani melapor. Kekerasan dalam pacaran adalah masalah serius yang tidak boleh diremehkan. Jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami kekerasan dalam hubungan, jangan ragu untuk mencari bantuan. Masyarakat dan lembaga terkait harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung.
Stop kekerasan dalam pacaran. Bersama kita bisa menciptakan hubungan yang sehat dan saling menghormati.