Oleh: Muhammad Zidane Kusma Arip
Berbicara tentang topik seksualitas, di Indonesia sendiri hal tersebut masih menjadi hal yang sangat tabu bagi masyarakat kita, terutama terkait tentang penyimpangan perilaku seksual. Menurut Sarwono (2011), perilaku penyimpangan seksual merupakan tingkah laku seksual, khususnya yang tidak sesuai dengan norma-norma agama, hukum atau susila yang dilakukan oleh remaja. Lebih lanjut (Abidin, 2018) dalam tulisannya menjelaskan terkait bentuk-bentuk penyimpangan seksual yang merupakan aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk menyalurkan nafsu demi kenikmatan seksual dengan cara yang tidak sewajarnya. Biasanya individu dengan perilaku penyimpangan seksual menggunakan objek seks yang tidak normal.
Penyimpangan seksual sendiri sudah masuk ke dalam perilaku yang abnormal. Dikatakan abnormal karena perilaku tersebut telah menyimpang dari norma sosial yang ada, melanggar moral dan hukum, serta dapat membahayakan orang tersebut ataupun orang lain. Penyebab dari perilaku penyimpangan seksual sendiri sampai saat ini masih menjadi simpang siur, namun para peneliti berkeyakinan bahwa faktor genetik, psikologis dan lingkungan dapat menjadi penyebab seseorang memiliki penyimpangan seksual.
Individu yang memiliki perilaku penyimpangan seksual ini sewaktu-waktu dapat menjadi pelaku tindakan kekerasan seksual kepada orang lain. Menurut catatan tahunan dari Komnas Perempuan terdapat lonjakan kasus terkait dengan kekerasan seksual yang sangat signifikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Di tahun 2023 tercatat sebanyak 289.111 kasus dimana 43,5% adalah kekerasan seksual. Meskipun sebenarnya masih banyak bentuk-bentuk penyimpangan seksual yang terjadi di masyarakat kita saat ini. Namun, karena hal yang berkaitan dengan seksualitas masih dianggap tabu sehingga semakin kesini, perilaku penyimpangan seksual semakin dinormalisasikan oleh masyarakat kita saat ini (Firdaus, 2023).
Oleh karena itu, saat ini sangat penting untuk memberikan edukasi dan pendidikan terkait dengan seksualitas kepada seluruh lapisan masyarakat utamanya diberikan sejak dini. Hal ini dikarenakan pendidikan akan menjadi tolak ukur kesuksesan dalam mengatasi perubahan pola pikir pada masyarakat kita (Firdaus, 2023). Pendidikan terkait dengan seks memang sangat penting untuk diberikan. Namun, selain pendidikan tentang seks, pendidikan karakter juga menjadi hal yang sangat krusial dalam mencegah terjadinya perilaku penyimpangan seksual.
Saat ini, masih jarang yang sadar terkait dengan pentingnya penanaman pendidikan karakter sejak dini dalam mencegah adanya perilaku penyimpangan seksual. Bahkan dalam bidang penelitian, masih belum banyak yang meneliti topik tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk membahas terkait dengan pendidikan karakter dalam mencegah penyimpangan seksual. Lewat analisis data pada beberapa penelitian yang relevan dan sumber-sumber literatur lainnya. Penulis ingin mengajak kepada pembaca untuk mulai menyadari kondisi saat ini serta pentingnya menanamkan pendidikan karakter bagi generasi muda.
Penyimpangan Seksual di Masyarakat
Individu yang mengalami penyimpangan seksual umumnya menyembunyikan tindakan mereka dan tidak ingin mengakui kesalahan mereka. Hal ini dikarenakan rasa takut dan khawatir akan mendapat penolakan dan diskriminasi dari lingkungan, mereka sendiri enggan mengakui perilaku seksual mereka tersebut menyimpang dari norma sosial, moral, dan agama. Masalah seksual adalah masalah yang sangat sensitif, baik secara moral maupun normatif, dan dapat mempengaruhi reputasi seseorang (Abidin, 2018).
Saat ini perilaku penyimpangan seksual semakin dinormalisasikan oleh masyarakat, utamanya oleh masyarakat yang ad di perkotaan. Hal ini semakin didukung lagi lewat budaya barat yang mulai merambah ke masyarakat kita. Mereka menganggap bahwa orientasi seksual seseorang merupakan hak asasi mereka dan mereka berhak memutuskan orientasi seksualnya. Tentu saja ini akan sangat berbahaya bagi masyarakat kita jika mereka tidak memiliki cukup pengetahuan terkait dengan pemahaman seksual dan karakter bangsa kita.
Penyimpangan seksual sendiri merupakan kondisi dimana seorang individu merasakan gairah seksual yang tidak normal dan secara intens terus berulang pada aktivitas, objek atau situasi yang dianggap tidak normal bagi orang lain (Agustin, 2023). Perilaku penyimpangan seksual adalah gangguan mental atau perilaku yang abnormal. Gangguan mental ini mencakup dengan penurunan fungsi mental dan berpengaruh pada perilaku yang tidak sesuai dengan yang sewajarnya (Sari & Nurdini, 2022). Menurut Shuterland dalam (Yayuk Kalsum, 2016) menyatakan bahwa penyimpangan merupakan resiko dari adanya suatu sikap atau tindakan yang diepalajari dari norma-norma yang menyimpang, utamanya lewat budaya masyarakat atau pengaruh teman sebaya yang menyimpang.
Terdapat beragam bentuk dari penyimpangan seksual yang sering dijumpai, yaitu meliputi Pedofilia (ketertarikan seksual terhadap anak di bawah umur), Nekrofilia (ketertarikan seksual terhadap mayat), Zoofilia (ketertarikan seksual terhadap hewan), Eksibisionisme (perilaku memperlihatkan diri secara seksual terhadap orang lain yang tidak menginginkannya), Voyeurisme (mengintip orang lain dalam situasi intim tanpa izin mereka), Masokisme (kepuasaan seksual dengan menerima penderitaan verbal atau non verbal) dan Sadisme (kepuasan karena menyakiti orang lain secara seksual) (Adhansyach & Muhammad, 2023).
Meskipun penyimpangan seksual memiliki beragam jenisnya, namun karena kesadaran masyarakat yang sangat rendah terkait wawasan akan hal tersebut membuat beberapa perilaku yang sebenarnya merupakan penyimpangan seksual mulai dinormalisasikan. Dewasa ini, istilah penyimpangan seksual sendiri lebih umum dikenal dengan sebutan LGBT di masyarakat. Istilah ini ditujukan kepada individu yang memiliki orientasi seksual yang tidak normal menurut masyarakat dan budaya setempat. LGBT sendiri adalah singkatan dari lesbian, gay biseksual dan transgender (Ramadhani, 2020). Dikutip dari (Adhansyach & Muhammad, 2023), Kartono dalam bukunya menjelaskan bahwa perkembangan saat ini dalam diskusi isu gender mulai naik kembali ketika banyaknya kasus penyimpangan seksual terjadi.
Kelompok LGBT dalam kurun waktu terakhir mengalami peningkatan yang sangat masif di Indonesia, terutama beberapa kelompok gay yang ditemukan di beberapa kota besar (Adhansyach & Muhammad, 2023). Saat ini bahkan mereka memiliki organisasi yang cukup besar yaitu Gaya Nusantara yang mana organisasi tersebut sudah tersebar di 11 kota besar di Indonesia dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara (Adhansyach & Muhammad, 2023). Tentu ini menjadi sangat memprihatinkan karena semakin hari, penyimpangan seksual semakin merajalela.
Tentu dengan semakin banyak nya bentuk-bentuk penyimpangan seksual saat ini dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi pelaku itu sendiri, pasangan dan orang lain. Dampaknya seperti, trauma, penyakit kelamin, kerusakan mental dan lain-lainnya. Saat ini usia paling rentang untuk memiliki perilaku penyimpangan seksual berada di masa remaja dan dewasa. Hal ini tentu bisa kita cegah dengan cara meningkatkan kesadaran terkait dengan edukasi seksualitas kepada masyarakat dan juga yang tidak kalah penting adalah dengan menanamkan pendidikan karakter sejak dini kepada generasi penerus kita. Dengan menanamkan pendidikan terkait karakter, moral dan nilai-nilai positif sejak dini dapat menjadi bekal bagi generasi penerus bangsa kita dalam menghadapi tantangan dan perubahan yang akan terjadi di masa depan, khususnya terkait dengan dinamika orientasi seksual dan penyimpangannya.
Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan merupakan salah satu fasilitas yang sangat penting dalam mengatasi perubahan pola pikir di masyarakat. Sesuai dengan definisi pendidikan yang tertera pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada penguasaan dan pemahaman pada pengetahuan teoritis saja, namun juga terkait dengan keimanan, religiusitas, moral dan akhlak (Pawitasari et al., 2015). Salah satu bentuk konkret dari adanya hal tersebut adalah dengan program pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah.
Program pendidikan karakter ini pertama kali dicetuskan oleh Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Kemerdekaan Nasional pada tanggal 2 Mei 2010 (Mitrajati & Isnaini, 2023). Pendidikan karakter menjadi hal yang penting dan menjadi topik yang sedang naik mengingat bahwa saat ini karakter bangsa kita benar-benar sedang menurun drastis. Oleh karena itu, pemerintah memiliki keinginan untuk menjadikan pendidikan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang harus ada dalam sistem pendidikan nasional serta dilakukan secara konsisten dengan dukungan yang serius (Mitrajati & Isnaini, 2023).
Konsep mengenai pendidikan karakter saat ini masih jarang didefinisikan oleh banyak kalangan akademisi atau tokoh sehingga membuat adanya pemahaman makna yang berbeda-beda ditengah masyarakat. Menurut Firdaus (2023), pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai kebaikan dalam rangka memanusiakan manusia, untuk memperbaiki karakter dan melatih intelektual peserta didik, agar tercipta generasi yang berilmu dan berkarakter yang dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Megawangi (2004) dalam bukunya menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah cara yang dilakukan dengan sengaja untuk mendidik dan mengajarkan individu supaya dapat mengambil keputusan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupaka usaha yang ditempuh secara sadar dalam membentuk serta menanamkan karakter dan nilai-nilai moral yang baik kepada diri individu. Fokusnya dalam pendidikan karakter selain menanamkan akhlak dan perilaku yang baik, dalam praktiknya juga dengan membentuk kebiasaan-kebiasaan positif yang sesuai dengan norma agama dan hukum. Dengan adanya pendidikan karakter ini diharapkan dapat membentuk generasi penerus bangsa yang mempunyai nilai-nilai karakter yang baik dan sesuai norma dan moral dalam menghadapi tantangan perubahan di masa depan, salah satunya terkait dengan penyimpangan seksual.
Penerapan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter saat ini selain berfokus dalam pembentukan karakter sesuai dengan nilai dan moral yang baik, juga berfokus dalam praktik lewat pembentukan kebiasaan-kebiasaan. Menurut Hersh dikutip dari (Firdaus, 2023), terdapat lima pendekatan yang dipakai oleh para ahli pendidikan, yaitu: (1) pendekatan pengembangan rasional, (2) pendekatan pertimbangan, (3) pendekatan klarifikasi nilai, (4) pendekatan pengembangan moral kognitif, serta (5) pendekatan perilaku sosial.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menetapkan beberapa program pendidikan karakter yang wajib diterapkan di sekolah salah satunya program 7 nilai karakter bangsa yaitu, religius, mandiri, demokratis, integritas, mandiri,gotong royong, nasionalis dan cinta lingkungan. Selain daripada itu, pemerintah telah menetapkan juga pendidikan karakter berbasis budaya lokal yang bertujuan untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya lokal yang baik bagi generasi muda (Mitrajati & Isnaini, 2023).
Terkait dengan pendidikan karakter maka hal tersebut juga berkaitan dengan pendidikan akidah akhlak dan moral secara agama. Pembentukan karakter yang baik dapat difokuskan pada penanaman akidah akhlak sesuai syariat agama. Selain itu, pendidikan akidah akhlak juga harus bersifat kontekstual, dimana pembelajaran akidah akhlak kepada anak-anak juga harus sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Hal ini supaya anak-anak bisa merasakaan kegunaan dan juga tujuan dan maksud dari pembelajaran tersebut (Ramadhani, 2020). Selain itu dengan metode yang kontekstual dapat membuat anak-anak mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada.
Metode dalam pembelajaran akidah akhlak juga harus menekankan pada pemikiran kritis anak lewat fenomena dan permasalahan yang ada contoh nya adalah dengan banyaknya kasus penyimpangan seksual saat ini. Hal ini tentu perlu dukungan dan arahan dari guru, orang tua dan lingkungan sekitar yang mendukung anak-anak untuk memiliki keyakinann yang kuat pada seuatu hal yang baik dan benar (Ramadhani, 2020).
Pendidikan Karakter Sebagai Tameng Penyimpangan Seksual
Perilaku penyimpangan seksual merupakan perilaku yang melanggar norma dan moral sehingga hal ini akan sangat berkaitan dengan karakter. Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, bahwasannya pendidikan karakter mampu secara signifikan menjadi tameng dalam mengatasi perilaku penyimpangan seksual. Penelitian yang dilakukan oleh Kholisotin & Fithriyah (2017), menjelaskan bahwa dengan adanya pendidikan karakter yang berlandaskan nilai-nilai syariat agama pada generasi milenial efektif dapat mencegah perilaku LGBT.
Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Mitrajati & Isnaini (2023), bahwa penanaman pendidikan karakter dengan konsep tazkiyyah dapat menanggulangi propaganda LGBT. Sejalan dengan hal tersebut Ramadhani (2020), juga menjelaskan dimana dengan semakin maraknya terkait dengan LGBT saat ini, maka pendidikan karakter yang merupakan representasi dari akidah akhlak akan mampu menjadi solusi dalam mencegah adanya perilaku LGBT. Hal tersebut juga yang disampaikan oleh Firdaus (2023) dalam artikelnya dimana dengan penanaman pendidikan karakter lewat syariat dan nilai-nilai Al-Qur’an dapat menjadi bekal bagi anak dalam mencegah perilaku penyimpangan seksual.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan adanya penanaman pendidikan karakter pada generasi muda sejak dini secara signifikan mampu menjadi solusi dalam mencegah semakin maraknya kasus penyimpangan sosial saat ini. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Karena saat ini yang menjadi tantangan adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat terkait dengan penyimpangan seksual, semakin dinormalisasikannya penyimpangan seksual dan juga maraknya gerakan dari mereka yang menyimpang untuk semakin gencar menyuarakan hal tersebut.
Hal ini tentu bisa dicegah dengan meningkatkan dan memperkuat SDM kita agar lebih aware dengan adanya budaya yeng menyimpang dari nilai-nilai bangsa dan agama. Pendidikan karakter adalah proses dan bukan tujuan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus tetap dilaksanakan untuk menjadi pelindung bagi generasi muda kita dari perubahan yang akan terjadi masa depan.
Penulis menyimpulkan bahwa perilaku penyimpangan seksual merupakan perilaku yang telah menyimpang dari nilai-nilai sosial, hukum dan agama. Dengan maraknya perilaku penyimpangan sosial saat ini yang mana hal tersebut juga semakin dinormalisasikan oleh masyarakat. Sehingga butuh cara untuk mengatasinya dan mencegahnya.
Lewat penanaman pendidikan karakter secara kontekstual sejak dini kepada generasi muda dapat menjadi langkah penting dalam mencegah adanya perilaku penyimpangan seksual di masa depan. Dengan menekankan pada penanaman karakter yang berdasar pada nilai-nilai agama dan norma sosial serta fokus pada pembentukan kebiasaan-kebiasaan sesuai dengan nilai-nilai karakter yang baik.
Penulis mengajak kepada seluruh pembaca untuk mulai lebih menyadari dengan kondisi saat ini. Perilaku penyimpangan seksual bukanlah sesuatu yang baik. Banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Kita tidak boleh menormalisasikan dan jangan sampai membiarkan hal ini terus berkembang karena akan sangat berbahaya dan mengancam generasi muda kita. Mari lebih sadar dan mulai membentuk karakter generasi muda kita menuju ke arah yang lebih baik.
Referensi
Abidin, A. A. (2018). Perilaku penyimpangan seksual dan upaya pencegahannya di kabupaten jombang. Prosiding Seminar Nasional & Temu Ilmiah Jaringan Peneliti, 545–563. http://ejurnal.iaida.ac.id
Adhansyach, N., & Muhammad, A. (2023). Analisis Pendekatan Agama dalam Proses Pembimbingan Klien Pemasyarakatan Kasus Tindak Pidana Penyimpangan Seksual. Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial Dan Sains, 12(02). https://doi.org/10.19109/intelektualita.v12i002.19863
Firdaus, U. A. (2023). Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Pencegahan Perilaku LGBT. Jurnal Madinatul Iman, 02(02), 15–22.
Kholisotin, L., & Fithriyah, L. (2017). Mitigasi Pencegahan Disorientasi Seksual Melalui Pendidikan Karakter Berlandaskan Nilai-Nilai Kemuhammadiyahan Pada Mitigation of Sexual Disorientation Prevention Through Character Education Based on Kemuhammadiyahan Values in.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan karakter solusi yang tepat untuk membangun bangsa. In Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Mitrajati, K., & Isnaini, R. L. (2023). Konsep Al-Tazkiyyah dan Konstelasi Pendidikan Karakter untuk Mencegah Kasus LGBT di Indonesia dalam Perspektif Maqasidi Qur’ani. … : Journal of Arabic Language …, 4(2), 209–225. https://doi.org/10.37680/aphorisme.v4i2.4737
Pawitasari, E., Mujahidin, E., & Fattah, N. (2015). Pendidikan Karakter Bangsa dalam Perspektif Islam (Studi Kritis Terhadap Konsep Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan & Kebudayaan). Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 1. https://doi.org/10.32832/tadibuna.v4i1.573
Ramadhani, R. (2020). Pendidikan Akidah Akhlak sebagai Solusi Pencegahan LGBT. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan Dan Keagamaan, 15(01), 47–68. https://doi.org/10.37680/adabiya.v15i01.223
Sari, F., & Nurdini, M. (2022). Edukasi Mental Health dan Penyimpangan Seksual bagi Remaja. Jurnal Pustaka Mitra (Pusat Akses Kajian Mengabdi Terhadap Masyarakat), 2(2), 135–138. https://doi.org/10.55382/jurnalpustakamitra.v2i2.175
Sarwono, W. S. (2011). Psikologi Remaja (Edisi Revisi Cetakan 14). In Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada.
Yayuk Kalsum, S. H. (2016). Penyimpangan Seksual Remaja Di Lingkungan Prostitusi Di Desa Maospati Kabupaten Magetan. Paradigma: Jurnal Online Mahasiswa S1 Sosiologi UNESA, 05(1), 6. https://www.neliti.com/id/publications/253024/penyimpangan-seksual-remaja-di-lingkungan-prostitusi-di-desa-maospati-kabupaten