Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari rukun islam dan hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap umat muslim di dunia. Puasa Ramadhan merupakan puasa yang dilakukan satu bulan penuh pada kalender hijriyah yakni di bulan Ramadhan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap perempuan mayoritas tidak bisa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh lantaran terdapat udzur/halangan dan harus mengganti puasa tersebut dihari lain, hal tersebut juga dirasakan oleh istri-istri Rasulullah saw.
Dalam tradisi Islam, hubungan antara Rasulullah Muhammad ﷺ dan para istri beliau menjadi contoh bagi umat Muslim tentang kesetiaan, pengorbanan, dan dedikasi dalam hubungan rumah tangga. Salah satu aspek yang menarik adalah bagaimana para istri Nabi, termasuk Aisyah, selalu mempersiapkan diri secara menyeluruh untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan beliau. Hal ini tercermin dalam catatan kaki dari beberapa ahli hadis seperti Syekh Musthafa Dib al-Bugha dan Muhammad Fuad Abdul Baqi. Artikel ini akan membahas mengapa para istri Nabi tidak pernah meminta izin untuk berpuasa, meskipun mereka khawatir bisa terhalang dalam memberikan pelayanan kepada beliau.
Menurut catatan kaki Syekh Musthafa Dib al-Bugha dalam kitab Shahih al-Bukhari dan catatan kaki Muhammad Fuad Abdul Baqi pada kitab Shahih Muslim, salah satu dari kesibukan Aisyah adalah dia selalu menyiapkan diri sepenuhnya untuk Rasulullah Muhammad ﷺ diantaranya mempersiapkan diri jika Rasulullah ﷺ sewaktu-waktu ingin berduaan dengan Aisyah.
Tidak hanya dilakukan oleh Aisyah saja, semua istri Rasulullah selalu menjaga kebahagiaan dan keridhaan Rasulullah ﷺ sedangkan mereka tidak tahu kapan dibutuhkan dan hal tersebut bisa sewaktu-waktu diperlukan oleh Nabi. Oleh karena itu, mereka khawatir jika mereka berpuasa akan menjadikan Nabi terhalang keinginannya.
Dengan latar belakang tersebut, para istri Nabi tidak pernah meminta izin untuk berpuasa karena khawatir di antara mereka ada yang sedang dibutuhkan oleh Rasulullah ﷺ secara mendadak. Padahal seumpama mereka meminta izin, Rasulullah ﷺ pasti tidak akan mengecewakan istri-istrinya, tapi para istri menjadi khawatir hal tersebut bisa mengurangi kecintaan dan dan pelayanan terhadap kebutuhan Nabi menjadi tidak terpenuhi dari mereka.
Lalu kenapa bulan Sya’ban yang dipilih oleh Aisyah untuk mengqadha puasanya, sedangkan bulan sya’ban merupakan bulan akhir yang sangat berdekatan dengan bulan Ramadhan? Alasan yang disebutkan disebabkan bulan Sya’ban merupakan bulan yang paling banyak dipergunakan puasa sunnah oleh Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Sehingga istri-istri nabi termasuk salah satunya Aisyah, tidak akan khawatir jika tidak memenuhi kebutuhan Rasulullah, dikarenakan Rasulullah sedang berpuasa.
Ditulis dari Syekh Musthafa Dib al-Bugha :
وأما في شعبان فإنه صلى الله عليه وسلم كان يصوم أكثر أيامه فتتفرغ إحداهن لصومها أو تضطر لاستئذانه في الصوم لضيق الوقت عليها
Artinya: “Adapun pada bulan Sya’ban, Nabi berpuasa pada sebagian besar hari-harinya. Kemudian salah satu istri-istri Nabi meluangkan untuk berpuasa di dalamnya. Atau di antara mereka memang terdesak untuk meminta izin kepada Nabi untuk melaksanakan puasa karena waktunya sudah mepet” (Musthafa Dib al-Bugha, Ta’liq Shahih al-Bukhari, [Daru Thuqin Najah, 1422], juz 3, hal. 35).
Bahkan disebutkan juga menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, hadits di atas juga menunjukkan bahwa Aisyah tidak pernah melakukan puasa sunnah. Aisyah berpandangan bahwa puasa sunnah bagi orang yang mempunyai tanggungan puasa wajib hukumnya tidak diperbolehkan sedangkan ia mulai bulan Syawal sampai bulan Rajab masih mempunyai utang puasa wajib.
Dari penjelasan yang disajikan, dapat disimpulkan bahwa para istri Nabi memiliki tingkat kesetiaan dan dedikasi yang luar biasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan Rasulullah Muhammad ﷺ. Mereka menjaga kebahagiaan dan keridhaan beliau dengan tidak hanya menjalankan tugas-tugas rumah tangga, tetapi juga dengan mempersiapkan diri sepenuhnya untuk melayani beliau, bahkan dalam hal-hal yang bersifat intim. Meskipun mereka memiliki kekhawatiran akan terhalang dalam memberikan pelayanan jika mereka berpuasa, mereka tetap memilih untuk tidak meminta izin untuk berpuasa, menunjukkan tingginya pengorbanan mereka dalam mencintai dan melayani Nabi. Bulan Sya’ban dipilih oleh Aisyah sebagai waktu untuk mengqadha puasanya, bukan hanya karena kebiasaan Baginda Nabi ﷺ untuk banyak berpuasa sunnah pada bulan tersebut, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas kesibukan dan pelayanan yang diberikan kepada Nabi.
والله أعلمُ بالـ صواب
by : Azhara Romadhona