Oleh: Divisi Multimedia Tim Ganti Status 2024-2025
Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia adalah masalah yang tak kunjung usai. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2023, tercatat lebih dari 15.000 laporan kekerasan terhadap anak dan perempuan, mulai dari kekerasan fisik, seksual, hingga kekerasan berbasis daring. Ironisnya, di tengah maraknya kasus ini, pemerintah justru memangkas anggaran perlindungan terhadap perempuan dan anak pada tahun 2025 hampir separuh dari tahun sebelumnya. Langkah ini memunculkan pertanyaan besar: apakah negara masih memprioritaskan perlindungan terhadap kelompok rentan ini?
Pada tahun 2024, anggaran untuk KemenPPPA tercatat sebesar Rp 300 miliar. Namun pada 2025, anggaran ini merosot menjadi hanya sekitar Rp 153 miliar. Gurnadi mengungkapkan bahwa KemenPPPA kehilangan hampir separuh anggarannya, yakni sekitar 48 persen, dari Rp 300,65 miliar yang diajukan, hanya Rp 153,77 miliar yang tersisa. Yang lebih memprihatinkan, dari dana yang ada, sebagian besar justru dialokasikan untuk belanja pegawai dan operasional, bukan untuk program perlindungan korban kekerasan. Tercatat, Rp 82,7 miliar digunakan untuk gaji dan tunjangan kinerja karyawan, Rp 2,5 miliar untuk gaji staf khusus dan wakil menteri, Rp 26,5 miliar untuk operasional kantor, Rp 24,1 miliar untuk outstanding kontrak, serta Rp 12,4 miliar yang telah terpakai selama Januari 2025. Sementara itu, anggaran untuk program-program inti seperti layanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak justru nihil (Islam Today, 2025).
Pemotongan anggaran ini tentu saja berdampak langsung terhadap program-program perlindungan yang sangat dibutuhkan. Berkurangnya dana berarti berkurangnya kemampuan negara dalam memberikan layanan kepada korban kekerasan, seperti pendampingan hukum, rehabilitasi psikososial, dan layanan darurat lainnya. Situasi ini menandakan bahwa negara seakan-akan menomorduakan perlindungan terhadap perempuan dan anak, padahal ini adalah tanggung jawab konstitusional yang seharusnya diprioritaskan.
Perlindungan terhadap perempuan dan anak bukanlah hanya masalah kesejahteraan sosial, tetapi juga bagian dari hak asasi manusia. Dalam UUD 1945, Pasal 28B ayat (2) menegaskan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, yang mengikat negara untuk memastikan perlindungan terhadap anak. Demikian pula, hak-hak perempuan dilindungi oleh berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Namun, langkah pemerintah yang mengurangi anggaran untuk KemenPPPA menunjukkan ketidaksinkronan antara kondisi darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan respons kebijakan negara. Bukannya memperkuat perlindungan, negara justru melemahkan program yang ada, yang dapat menciptakan preseden buruk bahwa isu perlindungan perempuan dan anak bukanlah prioritas utama dalam perencanaan pembangunan nasional.
Pada saat yang sama, dalam menghadapi kondisi ini, peran masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media menjadi sangat penting. Perlindungan terhadap perempuan dan anak bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab bersama. Namun, negara tetap memegang kendali utama dalam memastikan kebijakan yang mendukung perlindungan melalui alokasi anggaran yang cukup.
Akhirnya, kita perlu bertanya secara serius: jika negara mulai mengurangi perhatian terhadap perlindungan bagi perempuan dan anak, siapa lagi yang dapat diandalkan untuk memastikan keselamatan dan masa depan mereka? Perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait. Oleh karena itu, penting bagi negara untuk memastikan alokasi anggaran yang cukup dan tepat guna, demi menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi tumbuh kembang mereka. Jika negara tidak segera memperbaiki alokasi anggarannya, maka kita harus bertanya: siapa yang akan melindungi perempuan dan anak dari kekerasan yang terus meningkat ini?
Referensi:
Kementerian PPPA. (2023). Data Kasus Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan. Diakses dari https://kemenpppa.go.id/
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak
Islam Today. (2025). Dampak Efisiensi Anggaran, KemenPPPA Tak Punya Program, Habis untuk Gaji & Tukin. Diakses dari https://islamtoday.id/news/20250225183110-177753/dampak-efisiensi-anggaran-kemenpppa-tak-punya-program-habis-untuk-gaji-tukin/
Sumber Gambar: Pinterest